img_head
HUKUM

IN DUBIO PROREO

Sep24

Konten : artikel Hukum
Telah dibaca : 18.595 Kali


Lebih baik membebaskan 1000 (seribu) orang yang bersalah, daripada menghukum 1 (satu) orang yang tidak bersalah.

Oleh : Wahyu Iswantoro, S.H.

Pemeo tersebut mengambarkan pentingnya prinsip kehati-hatian (prudent) dan keyakinan hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana yang ditanganinya, agar tidak sampai salah dalam menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap seorang terdakwa yang sebenarnya tidak bersalah. Achmad Ali (2002:318) menyatakan, bahwa penghukuman terhadap terdakwa yang tidak bersalah dapat dikategorikan sebagai cold blooded execution (eksekusi berdarah dingin). Keyakinan hakim merupakan hal yang esensial dalam hukum acara pidana. Hakim harus benar-benar yakin bahwa terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana, yang dalam teori hukum pidana dikenal dengan istilah beyond reasonable doubt (alasan yang tak dapat diragukan lagi).

Hakim harus memperoleh keyakinan yang utuh dan terbebas dari keraguan dalam membuktikan apakah berdasarkan alat bukti yang diajukan benar-benar telah terjadi suatu tindak pidana, serta terdakwalah yang bersalah melakukan suatu tindak pidana sebagaimana dakwaan penuntut umum. Hal tersebut karena hakim secara tidak langsung terikat oleh asas “in dubio pro reo”. Asas tersebut berasal dari bahasa Latin, yang padanan dalam bahasa Inggris berbunyi “When in doubt, for the accused” yang artinya “dalam hal keragu-raguan, diputus yang menguntungkan terdakwa”. Asas in dubio pro reo pertama kali ditemukan dalam risalah seorang Ahli Hukum dari Milan yang bernama Egidio Bossi (1487-1546). Asas tersebut merupakan bagian dari intepretasi Hukum Romawi yang dilakukan oleh Aristoteles. Secara sederhana penulis mengartikan “in dubio pro reo” sebagai berikut: “jika ada keraguan mengenai suatu hal, hakim memutus dengan hal yang meringankan terdakwa, dengan kata lain jika hakim ragu-ragu, maka hakim dapat membebaskan terdakwa dari dakwaan”.

Norma